Hatiku yang gundah
mengucapkan selamat jalan dan pergi meninggalkan rumah keberuntungan.
Ketika dia tiba di
kota suci di mana sang jiwa dirahmati dan disembahi, dia mulai bertanya-tanya,
sebab dia tidak memperoleh apa yang dia bayangkan berada di sanna. Tidak ada
kekuasaan, harta, dan otoritas. Dan hatiku pun berkata kepada sang putri cinta,
menjelaskan,
"Wahai sang
pencinta, di manakah aku bisa memperoleh ketenangan hati? aku dengar diia telah
datang bergabung denganmu di sini."
Dan sang putri cinta
menjawab, "Ketenangan hati telah pergi menasehati pengikutnya, di mana
ketamakan dan korupsi menjadi prioritas. Kita tidak membutuhkannya."
Keberuntungan tidak
butuh ketenangan hati, sebab ia adalah harapan duniawi, dan hasratnya dipeluk
oleh penyatuan dengan objek. Sementara ketenangan hati itu sia-sia namun
sepenuh hati.
Jiwa yang abadi
tidak pernah terisi, ia hanya mencari kemuliaan.
Kemudian hatiku
memandang pada Sang Hidup Keindahan dan berkata,
"Kauhiasi semua
pengetahuan dan mencerahkan diriku, tak ubahnya misteri seorang wanita."
Maka dia berkata,
menerangkan
"Wahai hati
manusia, wanita itu adalah refleksi dirimu, dan apa pun engkau, di mana pun kau
hidup, dia hidup. Dia laksana agama jika tidak ditafsirkan oleh orang dungu,
bagaikan bulan saat benderang, dan laksana angin sepoi-sepoi andai tidak
diracuni oleh polusi."
Dan hatiku beranjak
menuju Sang Ilmu, anak putri cinta, dan Keindahan, dan berkata,
"Limpahkan
padaku kearifan, yang barangkali aku dapat menyebarkannya kepada manusia."
Dia pun berkata,
"Jangan katakan
kearifan tapi cukup katakan saja keberuntungan. Sebab keberuntungan yang nyata
tidaklah berasal dari luar, tapi bermula dari kesucian hidup. Sebarkanlah ia
kepada manusia!"
Kahlil
Gibran - Song of the soul
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan goresan kamu disini, keep in touch...^_^